Selasa, 25 Juni 2013

MENJADI AHLI KEMARITIMAN UNTUK INDONESIA YANG LEBIH MAKMUR


Apa yang membuat sebuah Negara maju?
Apa yang membuat sebuah Negara dikenal dunia?
Apa yang membuat sebuah Negara mampu menjaga eksistensinya sepanjang masa?
Unggul dalam sebuah ilmu dan memiliki idealisme dalam membangun Negara serta mengamalkan ilmu. Itulah salah satu unsur terpenting dalam menjaga dan memajukan eksistensi sebuah Negara.

Indonesia merupakan Negara dengan wilayah kemaritiman yang luas yang mencapai 5,8 juta km2, terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), serta terdiri lebih dari 17.500 pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa.

Kekayaan tersebut merupakan kekayaan yang besar dan menjadi buruan serta incaran Negara lain untuk mencicipi hingga menguasai dan memilikinya.
Kira-kira empat belas abad silam, nenek moyang kita sudah mengerti hal ini. Mereka sungguh dikenal sebagai pelaut perkasa. Kesadaran dan keunggulan bahari kerajaan Sriwjaya amat mumpuni di mata dunia saat itu. Ya, Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai penakluk samudera dunia. Ini senada dengan yang diungkapkan oleh Djoko Pramono (2005):

“Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim, mengandalkan hegemoni pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, menguasai dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.”

Wilayah kekuasan Sriwijaya membentang dari lautan Hindia hingga lautan Tiongkok. Bukti sejarah dan arkeologi menunjukkan Sriwijaya telah menguasai hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, yaitu Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Bahkan kegagahan pelayaran mereka terlacak hingga Afrika Barat. Sebelum bangsa Eropa melakukannya, Sriwijaya sudah menualangi laut sekeliling benua Afrika terlebih dulu.

Keperkasaan bahari Sriwijaya sebagai nenek moyang bangsa Indonesia tidak pernah diragukan oleh bangsa-bangsa zaman itu. Namun, bagaimana dengan keadaan maritim yang ada saat ini?
Dapat kita ketahui bahwa luas wilayah maritim yang ada saat ini merupakan sebuah anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk kita jaga dan manfaatkan sebaik mungkin, namun ketika hal lain berbicara bahwa ini juga merupakan sebuah ancaman dan permasalahan yang baru adalah benar. Negara dengan teknologi maju, hingga sumberdaya terbatas menginginkannya.

Hadirnya illegal fishing oleh bangsa-bangsa asing sudah terjadi dalam kurun waktu ini yang tidak kunjung selesai. “penjarahan ikan Indonesia oleh nelayan asing marak terjadi di tiga kawasan yakni Laut China Selatan, Arafuru, dan utara Sulawesi,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Syahrin Abdurrahman saat di Pontianak. (http://suarakalbar.com/berita-718-ikan-indonesia-banyak-dicuri-nelayan-asing.html). Hal ini berdampak apada kerugian yang dialami oleh Indonesia. Keterangan yang dihimpun dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta para pemangku kepentingan, Sabtu-Minggu (2-3/6/2012), menunjukkan, kerugian akibat penjarahan oleh nelayan asing mencapai Rp 30 triliun per tahun.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) illegal fishing yang dilakukan oleh bangs asing diantaranya dilakukan oleh Negara tetangga diantaranya Vietnam, Thailand, Malaysia, Filiphina, dan sejumlah Negara tetangga lainnya.

Hal yang lebih memprihatinkan selain besarnya jumlah illegal fishing yang ada ialah penyediaan prasarana dan sarana dalam meningkatkan keamanan wilayah kelautan Indonesia, Diantaranya minimnya jumlah transportasi keamanan laut nasional yang ada jumlah kapal selam Indonesia hanya dua kapal selam KRI Cakra dan Nanggala. (http://jakartagreater.com/2012/09/black-hole-bawah-laut/) Selain itu, banyak jasa transportasi laut nasional ternyata lebih banyak dikuasai perusahaan asing. Sungguh sebuah kenyataan yang pahit dan menyedihkan, apalagi melihat keadaan Indonesia yang luas dengan wilayah maritimnya.

Masalah yang fundamental lainnya adalah batas maritim yang tidak jelas akibatnya sering terjadi perselisihan antara nelayan Indonesia dan nelayan Negara tetangga. Masih ingat bagaimana Pulau Sipadan dan Ligitan juga akhirnya lepas dari dekapan Ibu Pertiwi, lagi-lagi karena batas maritim yang tidak jelas. Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982). Permasalahan lainnya ialah masih banyak masyarakat pesisir terutama yang jauh dari kata pendidikan, sekolah dan hidup dalam keadaan ekonomi yang rendah. Padahal kita tahu bahwa pendidikan adalah tiang utama dalam memajukan suatu bangsa dan Negara.

Banyaknya masalah yang ada sebagai negara maritim, tentunya mampu membuka mata kita untuk lebih menjaga dan memajukan sektor maritim tersebut. Menjadi tugas dan amanah yang harus kita tanamkan dalam hati dan pemikiran, melangkah memperdalam ilmu terutama ilmu yang fokus pada maritim Indonesia, apalagi saat ini ilmu kemaritiman ini sangat sedikit yang berminat.

Keunggulan dalam sebuah ilmu akan mampu memajukan Negara, apalagi bila ilmu tersebut diimbangi dengan idealisme dan rasa cinta tanah air, mengabdi untuk menjaga dan memajukan kemaritiman Indonesia. Kita tahu bahwa pendidikan dan ilmu adalah tiang utama dalam kemajuan sebuah negara. Dengan menjadi seorang ahli maritim tentu akan menjadi solusi dalam menghadapi permasalahan maritim yang ada. 1). Melakukan banyak perbaikan dengan mengadakan peningkatan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat Indonesia, melakukan kegiatan koordinasi dengan negara tetangga dan negara diseluruh dunia untuk menghentikan kegiatan yang dapat merugikan Negara seperti illegal fishing dan pencurian wilayah. 2). mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan operasi keamanan laut secara terpadu. 3). melakukan reformasi secara menyeluruh antara lain mempercepat penyelesaian Peraturan Pemerintah tentang Coastguard agar terdapat kepastian tentang lembaga mana yang berwenang untuk melakukan penjagaan laut sehingga tumpang tindih (overlapping) yang banyak dikeluhkan oleh pihak yang berkepentingan dengan laut (terutama pelaku usaha dan nelayan) dapat diminimalisasi. 4). Memperbaiki dan menambah kualitas serta kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang kegiatan dan keamanan kemaritiman.

Pebri Nurhayati 11405241012
Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta
Essay dibuat untuk mendaftarkan diri sebagai anggota Divisi Riset CES (Center of Excelent Student) Yogyakarta 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar